Empati dalam Marketing, Perlukah?

Empati dalam Marketing, Perlukah?

PENULISKONTEN.ID - Apakah Anda termasuk satu dari 44% orang di dunia yang telah menghabiskan banyak waktu di media sosial selama pandemi? Mungkin secara tidak sadar, Anda akan berselancar di Facebook selagi kencan virtual dengan pacar Anda, atau mengikuti trending topik di Twitter saat mengobrol dengan keluarga saat malam, atau berjam-jam memelototi Instagram karena kangen dengan teman-teman Anda dan ingin tahu kabar terbaru dari mereka. Well, tidak bisa dimungkiri media sosial memang menghubungkan kita dari dunia luar selama nyaris mengurung diri di rumah ini, bukan?

Tapi Anda adalah pemilik bisnis, apa pun yang Anda lakukan –termasuk saat bermedia sosial—sudah seharusnya bisa memberikan dampak untuk bisnis Anda. Nah, apakah Anda menghabiskan banyak waktu Anda di media sosial untuk berempati?


Apa Arti Empati dalam Marketing?

Jangan lupa perbedaan mendasar definisi antara simpati dan empati. Disebutkan dalam KBBI daring, simpati memiliki definisi ‘keikutsertaan merasakan perasaan orang lain’, sementara empathy means putting yourself in somebody else’s shoes, alias menempatkan diri berada di posisi orang lain. 

Lebih lanjut Merriam Webster mendefinisikan empati sebagai: tindakan (atau kapasitas untuk) memahami, menyadari, peka, dan sekaligus mengalami perasaan, pikiran, dan pengalaman orang lain. Intinya tidak hanya ‘ikut serta’ tapi ‘menempatkan diri’ rasanya sudah cukup jelas perbedaannya ya.

Maka memiliki empati yang baik pada para pelanggan Anda, bisa menjadi jalan Anda untuk melayani mereka lebih baik. Kenapa berempati dalam setiap materi pemasaran Anda –mulai dari salinan situs web hingga strategi media sosial—ini penting, adalah karena media sosial memungkinkan Anda berinteraksi jauh lebih banyak dengan khalayak. 

Anda harus bersedia meluangkan waktu dan upaya, untuk memastikan komunikasi Anda tidak hanya menarik bagi para (calon) pelanggan, tapi juga berempati dengan apa yang sedang mereka alami. Tahukah Anda menurut penelitian Braze Brand Humanity Index, bahwa sekitar 65% pelanggan lebih setia pada merek yang menurut mereka memiliki ‘human connection’ daripada yang hanya berjualan semata.

Empat cara membangun kehadiran media sosial dengan pemasaran konten yang lebih berempati berikut, bisa Anda gunakan untuk membantu Anda mendapatkan dan tetap terhubung dengan pelanggan. 

Peta Empati

Empathy mapping ini bisa menjadi langkah pertama dan termudah untuk bisa menyelami apa yang ada di benak pelanggan Anda. Peta ini terbagi menjadi empat kuadran sederhana yang akan sangat mudah Anda pelajari: berkata (says), berpikir (think), does (melakukan), dan feels (merasakan).

Dengan pemetaan ini, Anda bisa segera memposisikan diri sebagai pelanggan dan mempertanyakan beberapa hal ini.

Mengapa Anda memerlukan produk ini?

Bagaimana penggunaan produk ini dalam kehidupan Anda? Apa pendapat Anda? Apa yang Anda pikirkan? Apa yang Anda rasakan?

Apa saja ketakutan (atau penyebab stres) dalam hidup Anda?

Bagaimana produk ini bisa mencapai target yang ingin Anda raih dalam hidup?

Tuliskan apa yang menurut Anda ingin diekspresikan oleh pelanggan-pelanggan Anda. Kebutuhan, keinginan, hasrat, ketakutan, tujuan, maupun impian mereka akan semakin lebih jelas dengan merincinya menjadi pertanyaan-pertanyaan detail semacam itu. Dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, Anda bisa mulai membangun fungsi media sosial bisnis Anda yang disesuaikan dengan profil pengikut yang berpotensi menjadi pelanggan Anda itu.

Manfaatkan Emosi Pelanggan Anda

Maksudnya tentu saja bukan mempermainkan ketakutan mereka hanya agar produk yang Anda jual mereka beli ya, tapi bagaimana produk Anda bisa memengaruhi perasaan mereka.

Anda pernah masuk mesin MRI scanner? Berbaring di dalamnya –yang sangat dingin dan gelap, sementara Anda tidak boleh bergerak sedikit pun—merupakan pengalaman mengerikan yang sebisa mungkin tidak terulang dua kali. Bayangkan jika anak kecil yang harus melakukannya, bisa saja dia menjadi trauma kan?

Philips melihat peluang ketakutan ini saat meluncurkan produk mereka yang dinamai ‘Kitten Scanner’ yang merupakan miniatur CAT scanner, alat ini digunakan dokter untuk mendidik anak-anak bagaimana cara MRI scanner bekerja. Anak-anak pun lebih mudah mengerti dengan mencoba sendiri men-scan binatang mainan atau boneka, mengalihkan ketakutan mereka terhadap prosedur MRI yang menakutkan dan bahkan bersenang-senang saat melakukan simulasi.

Alat ini diluncurkan di tahun 2004, tapi hingga hari ini, masih tetap disebutkan di berbagai media sosial sebagai salah satu cara mengurangi kebutuhan akan obat penenang. Jadi, bagaimana Anda bisa memposisikan produk Anda untuk mengurangi stres pelanggan sangatlah penting.

Menjadikan Media Sosial sebagai ‘Mata-mata’ Anda

Caranya adalah dengan ‘mendengar’kan kepuasan dan keluhan pelanggan yang telah memakai produk Anda di media sosial. Ini tidak hanya melulu tentang memantau seberapa banyak merek Anda disinggung para pengguna media sosial atau bagaimana produk Anda dikomparasikan dengan produk pesaing Anda, atau memerhatikan keyword atau komentar tertentu.

Sebagai ‘mata-mata’, Anda bisa memperoleh wawasan yang lebih mendalam dari para pelanggan lewat media sosial mereka. Apa yang mereka inginkan, butuhkan, harapkan dari suatu produk bisa saja terlontar di salah satu cuitan mereka di twitter. Atau, bisa jadi sebuah postingan Instagram memberitahu Anda seorang pelanggan yang kecewa karena keluhannya tidak ditanggapi oleh tim customer service Anda.

Dengan menjadikan media sosial sebagai ‘mata-mata’ bagi bisnis Anda, Anda tidak hanya bisa mendapatkan informasi berharga tentang kinerja bisnis Anda, juga mendapatkan kesempatan ntuk meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan dan memperbaiki cacat-cacat kecil yang seringkali mungkin tidak terlihat.

Berikan Inspirasi

Buat pelanggan Anda yakin, bahwa Anda percaya mereka bisa melakukan sesuatu yang baik bagi bumi dan kehidupan dengan produk yang Anda jual. Bahwa dengan menggunakan produk Anda, buat mereka terinspirasi untuk mendaur ulang produk itu, misalnya, atau menambah nilai dalam hidup mereka atau sekadar menghibur mereka.

Masih ingat iklan sebuah mie instan yang menampilkan berbagi pada sesama? Seorang penjual warung yang memberikan semangkuk mie instan secara gratis pada pelanggan yang sepertinya tidak punya uang, atau sekadar seseorang yang sedang murung lantas jadi gembira karena makan mie instan bersama. Jika produk Anda berhasil menggugah kebaikan hati pelanggan Anda, strategi empati marketing bisa dikatakan berhasil. 

**

Apa pun strategi empati dalam memasarkan produk Anda, harus tetap sejalan dengan branding yang ingin Anda lekatkan ke dalam produk Anda. Misalnya saja jika ‘suara’ dari produk Anda adalah “ceria di segala suasana”, maka menyelipkan berbagai humor dalam media sosial merek Anda akan menjadi cara terbaik untuk melibatkan audiens.

Apa pun strategi Anda, jangan lupa untuk merencanakannya sematang mungkin, karena jejak digital yang ditinggal media sosial merek Anda tidak bisa ditarik ulang. Sebuah kesan yang salah dan telanjur terbit memerlukan biaya yang lebih banyak untuk ‘membersihkan’nya kembali. 

Penuliskonten.id dapat membantu Anda membuat konten yang sesuai dengan ide dan strategi bisnis yang sudah dirumuskan.

Silakan email kami, ataupun menghubungi kami via WhatsApp.

0 komentar

Apa pendapat Anda?