Gagal Fokus saat Nulis Buku? Bisa Jadi Kamu Belum Punya Outline yang Jelas

Gagal Fokus saat Nulis Buku? Bisa Jadi Kamu Belum Punya Outline yang Jelas

Banyak penulis mengalami hal yang sama saat mulai nulis buku. Apa itu? Semangatnya besar, idenya banyak, tapi tulisannya justru mandek di tengah jalan.

Biasanya bukan karena kurang kreatif, tetapi karena pikirannya sibuk melompat ke banyak arah. Hari ini ingin bahas A, besok tiba-tiba ingin masuk ke topik B.

Akhirnya fokus buyar dan halaman pertama pun belum bergerak jauh. Kondisi seperti ini sering muncul ketika penulis belum punya gambaran jelas tentang apa yang ingin ia capai dari bukunya.

Karena Itu, Outline saat Nulis Buku Itu Penting

Tanpa arah yang pasti, otak kita cenderung mencari jalurnya sendiri. Itu sebabnya sebagian orang merasa kebingungan setiap kali membuka laptop untuk nulis buku.

Mau menulis apa dulu? Bagian mana yang paling penting? Kenapa alurnya terasa berantakan? 

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat energi terkuras lebih cepat. Nulis buku jadi terasa berat, padahal sebenarnya masalahnya sederhana, yakni karena belum ada struktur yang memandu langkah.

Di sinilah outline memegang peran penting. Outline bekerja seperti pijakan awal yang menuntun penulis tetap berada di jalur. Dengan outline, kamu tahu bab mana yang harus dikerjakan, urutannya bagaimana, dan tujuan tiap bagian itu apa.

Jadi meskipun ide-ide baru terus muncul, kamu tetap punya batas yang jelas. Penulisan pun jadi lebih fokus, mengalir, dan tidak lagi terasa seperti berjalan tanpa peta.

Baca juga: Menulis Buku Nonfiksi Tanpa Latar Belakang Penulis, Apa Bisa?

Tanda-Tanda Kamu Nulis Buku Tanpa Outline yang Jelas

Sebelum kamu melangkah lebih jauh dalam proses nulis buku, ada baiknya mengenali dulu tanda-tanda bahwa kamu sebenarnya belum punya arah yang jelas.

1. Tulisan Melebar ke Mana-Mana Tanpa Batas

Ini tanda yang paling mudah terasa. Kamu mulai dari satu ide, tapi tiba-tiba masuk ke topik lain yang sebenarnya enggak kamu rencanakan. Alurnya jadi kacau dan sulit dikendalikan.

Saat dibaca ulang, tulisan terasa loncat-loncat. Kondisi ini terjadi karena sejak awal enggak ada batas yang jelas. Tanpa struktur, otak akan mencari jalannya sendiri, dan hasilnya sering berantakan.

2. Sering Stuck di Tengah karena Bingung “Habis Ini Apa?”

Banyak penulis berhenti bukan karena tak punya ide, tapi karena tak tahu harus lanjut ke mana. Kamu mungkin sudah menulis beberapa paragraf, lalu tiba-tiba kehilangan arah. Pertanyaan “setelah ini apa?” muncul berkali-kali.

Waktu nulis buku jadi habis untuk mikir, bukan mengeksekusi. Padahal dengan outline, kamu tinggal mengikuti alurnya tanpa harus bingung setiap bab.

3. Waktu Menulis Jadi Lama Banget

Tanpa outline, setiap sesi nulis buku terasa seperti memulai dari nol. Kamu harus meraba-raba isi bab setiap kali duduk di depan laptop. Semua ide berserakan dan tak punya urutan yang jelas.

Akhirnya proses jadi jauh lebih lama dari seharusnya. Yang seharusnya bisa selesai dalam beberapa jam malah molor berhari-hari karena enggak punya jalan yang bisa diikuti.

4. Mood Nulis Naik Turun karena Enggak Punya Tujuan per Bab

Nulis buku tanpa tujuan membuat perasaan cepat jenuh. Hari ini kamu bersemangat, tapi besoknya hilang arah. Biasanya karena kamu sendiri enggak tahu bab yang sedang dikerjakan itu sebenarnya mau dibawa ke mana.

Tanpa tujuan, menulis terasa seperti tugas yang tak berujung. Lama-lama mood merosot dan kebiasaan menulis ikut terganggu.

5. Kesulitan Menyelesaikan Satu Bab secara Utuh

Ini tanda yang paling kuat. Kamu mungkin punya banyak paragraf, tapi enggak membentuk satu bab yang rapi. Isinya melebar, enggak fokus, dan tidak punya alur yang jelas. Setiap kali mencoba merapikan, kamu malah makin bingung.

Hal seperti ini biasanya selesai begitu kamu punya outline yang lebih terstruktur. Dengan panduan yang jelas, tiap bab bisa dirapikan dan dituntaskan tanpa drama.

Cara Membuat Outline yang Benar-Benar Membantu Penulisan Buku

Sebelum mulai menyusun kerangka yang lebih detail, kamu perlu tahu bahwa proses membuat outline sebenarnya cukup sederhana. Coba ikuti langkah berikut.

1. Tentukan Dulu Tema Inti dan Pesan Utama Buku

Langkah pertama ini penting karena menentukan arah tulisan sejak awal. Kamu perlu tahu sebenarnya buku yang ingin kamu tulis itu sedang membahas apa.

Tema inti membantu kamu tetap berada di jalur yang sama, tanpa tergoda ke topik lain yang enggak relevan. Selain tema, tentukan juga pesan utama yang ingin kamu sampaikan kepada pembaca. 

Dengan dua hal ini, kamu punya tujuan yang jelas setiap kali mulai menulis.

2. Buat Alur Besar (Misalnya: Pembuka → Isi → Penutup)

Alur besar membantu kamu melihat gambaran umum dari struktur buku. Kamu enggak perlu detail dulu, cukup membuat urutan kasar dari awal sampai akhir.

Dengan alur ini, kamu bisa memastikan perjalanan pembaca terasa nyaman dan enggak membingungkan. Pembuka biasanya berisi pengantar, bagian isi berisi pembahasan utama, dan penutup merangkum semuanya. Struktur sederhana seperti ini sudah sangat membantu untuk menjaga arah tulisan.

3. Tentukan Judul Bab dan Subbab yang Relevan

Setelah alur besar jadi, langkah berikutnya adalah menentukan bab-bab yang ingin kamu masukkan. Judul bab sebaiknya mengikuti alur yang sudah kamu buat, sehingga urutannya terasa logis. Setiap bab boleh ditambah subbab untuk memecah pembahasan agar lebih mudah dibaca.

Cara ini membuatmu punya pegangan yang jelas saat nulis buku, karena setiap bab sudah punya topik sendiri. Dengan begitu, kamu enggak lagi bingung harus mulai dari mana.

4. Gunakan Poin-Poin Singkat, Bukan Paragraf Panjang

Outline enggak perlu dibuat terlalu rumit. Cukup gunakan poin-poin pendek yang menjelaskan inti dari setiap bab atau subbab.

Poin singkat membantu kamu tetap fokus pada arah tulisan tanpa terjebak membahas terlalu jauh. Selain itu, format seperti ini memudahkan kamu saat melakukan revisi. Kamu bisa dengan cepat melihat bagian mana yang perlu ditambah atau dipindah tanpa harus membaca paragraf panjang.

5. Pastikan Ada “Benang Merah” Antarbab

Sebuah buku yang baik selalu punya hubungan antar babnya. Pembaca harus bisa mengikuti alur dari satu bab ke bab berikutnya tanpa merasa melompat tiba-tiba.

Karena itu, cek kembali apakah setiap bab saling terhubung dan mendukung tema besar yang kamu pilih. Jika ada bab yang terasa berdiri sendiri, mungkin perlu disesuaikan. Benang merah ini yang membuat keseluruhan buku terasa utuh dan rapi.

6. Buat Fleksibel

Outline bukan aturan kaku yang enggak boleh disentuh. Justru outline yang baik adalah yang bisa berkembang sesuai kebutuhan selama kamu menulis. Kadang ada ide baru yang lebih cocok dimasukkan, atau ada bagian yang ternyata tidak relevan.

Enggak masalah mengubahnya. Fleksibilitas ini membantu kamu tetap nyaman nulis buku tanpa merasa terikat terlalu ketat pada rencana awal.

Baca juga: 13 Cara Penulis Menemukan Inspirasi Kreatif untuk Membuat Ide Konten yang Menarik

Nulis buku memang butuh fokus, dan fokus akan jauh lebih mudah dijaga kalau kamu punya outline yang jelas sejak awal. Dengan gambaran yang rapi, proses menulis enggak lagi terasa berat atau membingungkan. Kamu jadi tahu apa yang harus dikerjakan, bab mana yang perlu dilanjutkan, dan arah tulisan ingin dibawa ke mana. Kadang yang kamu butuhkan bukan tambahan ide, tapi struktur yang membantu semuanya berjalan lebih teratur.

Kalau kamu masih merasa bingung harus mulai dari mana, kamu bisa pertimbangkan untuk ngobrol langsung lewat sesi konsultasi penulisan. Sesi ini bisa bantu kamu menemukan arah, menyusun outline, atau merapikan konsep yang sudah ada. Kalau kamu tertarik, kamu bisa klik di sini dan atur jadwal yang paling pas buatmu.


0 comments

Apa pendapat Anda?